Setelah 3 tahun usianya mulailah Laksamana banyak bicara. Tampaknya dia agak lebih lambat dibanding kakak kakaknya, tapi tak mengapa setiap anak punya masanya. Bukan tanpa usaha si ibu bilang begini, sempat terapi wicara tapi kerentaan dan sunyinya waktu kosong membuat rutinitas tak terjaga. Namun dia sudah banyak berkata. Kami punya terapist gratis di rumah. Senopati gagah namanya...
Anak ini tumbuh mulai agak berbeda, dia tidak suka kegiatan akademik bukan karena bodoh tapi daya juangnya memang kurang baik. Kemampuannya luar biasa tapi kemauannya yang ada dan tiada. Diantara keanehan itu yang masih di cari cari sama ayah ibu bagaimana mengatasinya, sosok senopati menjadi sahabat wicara laksamana sehari hari. Setelah panglima tidak tinggal dirumah karena sudah mulai pesantren dan senopati menjadi kesepian maka pengisi lara nya adalah bermain dg laksamana.
Maka buat laksamana guru sehari harinya adalah senopati, teman sejatinya adalah senopati meski tidak sebaliknya. Kadang senopati merasa lelah menemani si bayi yang mulai cerewet dan mau menang sendiri ini. Menjadi kalah itu bukan tujuan anak dilahirkan kan? tapi kadang kamipun meminta dia mengalah walau tak jarang kami juga memarahi si bayi yang kelewatan.
Progres kemampuan wicara nya laksamana meningkat drastis karena senopati memang memiliki kelebihan di kata kata untuk anak seumurnya. 2 anak ini jadi saling melengkapi, tak ayal rumah tak pernah sepi selalu ribut dan berisik setiap hari dengan mereka. Hal ini tentu bikin ibu kadang mulai tak waras, ikut menambah riuh dengan teriak meminta berhenti bersenda dan bertikai.
Senopati itu pintar cuma belum tahu cara mengarahkan kecerdasan nya. Laksamana juga paham tapi masih sibuk merangkai kata-kata yg baru dipelajarinya. Panglima? sedang berjuang disana.. Ayah ibu sedang rutin menutup telinga karena rumah menjadi ramai. Semoga tetap sehat semuanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar